Kamis, 30 Mei 2013

PLS dan SEM

  • Structural Equation Model (SEM) adalah covariance based, sedangkan Partial Least Square (PLS) adalah component based
  • Kapan saat membutuhkan SEM dengan PLS (selanjutnya kita sebut dengan PLS saja)?
    • Model penelitian mengindikasikan lebih dari satu var dependen
    • Data tidak bersifat multivariate normal
    • Sampel kecil atau jumlah cases terbatas
    • Model penelitian melibatkan item formatif dan item refleksif sekaligus.
  • Kelebihan PLS adalah kemampuannya memetakan seluruh jalur ke banyak variabel dependen dalam satu model penelitian yang sama dan menganalisis semua jalur dalam model struktural secara simultan. (Fornell and Bookstein, 1982; Barclay, Higgins, and Thompson, 1995; Gefen, Straub, and Boudreau, 2000). Kelebihan lainnya adalah hanya memerlukan sedikit cases daripada SEM (Chin and Newsted, 1999; Gefen, Straub, and Boudreau, 2000).
  • Dalam PLS data tidak perlu memenuhi asumsi multivariate normal.
  • Analisis SEM mengasumsikan seluruh item/indikator adalah reflektif. Sedangkan PLS bisa reflektif dan formatif.
  •  
Reflektif:
Formatif:
  • Chin (1998a) menyarankan untuk membedakan apakah suatu item formatif atau tidak dengan mengajukan pertanyaan berikut: apakah perubahan pada satu item akan menimbulkan perubahan dengan arah yang sama pada item lainnya? Jika jawabannya tidak berarti kelompok item tersebut formatif.
  • Penggunaan item formatif dalam SEM bisa mengakibatkan permasalahan serius terkait validitas hasil dan konklusinya. Chin (1998a) mengatakan:”… semua item harus reflektif agar konsisten dengan algoritma statistiknya yang mengasumsikan bahwa korelasi diantara indikator dalam satu Laten Variabel (LV) disebabkan oleh LV tersebut.
  • Prosedur analisis data pada SEM-PLS bisa dijelaskan sebagai berikut:
    “At the measurement model level, PLS estimates items loading and covariance. At the structural level, PLS estimates path coefficients and correlation among Latent Variables, together with individual R2 and AVE (Average Variance Extracted) of each of the latent constructs. T-values of both path and loadings are then calculated using either jackknife or a bootstrap method. Good model fit is established with significant path coefficients, acceptably high R2 and internal consistency (construct reliability) being above 0.70 for each construct” (Gefen, Straub, and Boudreau, 2000).
  • Barclay et al. (1995) menyarankan bahwa model PLS dianalisis dan diinterpretasikan dalam dua langkah berurutan berikut: pertama, menilai validitas dan reliabilitas model pengukuran (hubungan dari indikator ke laten variabel), kedua lalu menilai model strukturalnya.
  • Cross Validation diperlukan dalam rangka menguji seberapa baik solusi yang diperoleh dari fitting model terhadap suatu sampel juga akan sesuai untuk sampel independen lainnya dari populasi yang sama (Chin and Todd, 1995).
  • Statistik dari measurement model yang penting yaitu: item reliability, internal consistency, Average Variance Extracted (AVE), square root of AVE, and cross-loadings (Barclay, Higgins, and Thompson, 1995). Tiga uji pertama dikenal sebagai validitas konvergensi (Fornell and Larcker, 1981) dan dua uji terakhir dikenal sebagai validitas diskriminan (Barclay, Higgins, and Thompson, 1995).
  • Evaluasi model yang biasa digunakan dalam PLS adalah R-kuadrat, bootstapping/jackknifing, composite reliability, AVE dan cross-loadings.
  • R-kuadrat, sebagaimana pada analisis regresi berganda biasa, berfungsi untuk mengetahui seberapa besar variansi dalam construct dapat dijelaskan oleh model.
  • Bootstrapping atau alternatifnya, jackknifing, digunakan untuk menilai signifikansi statistik dari loadings dan koefisien structural path. Penggunaan tekhnik ini karena mengacu pada data yang digunakan yang tidak mengasumsikan harus multivariate normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar